CATATANKU, SEMOGA JADI TULISANKU

CATATANKU, SEMOGA JADI TULISANKU



MISI

CATATANKU, SEMOGA JADI TULISANKU



Sabtu, 07 Desember 2013

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN


                  Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan da potensi yang ada di daerah masing- masing.

Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk: a. belajar untuk bermain dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. belajar untuk memahami dan menghayatai; c. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; d. belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan e. belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).

 Pengertian Kurikulum
Menurut Seller dan Miller (1985:1), kurikulum ialah seperangkat interaksi bertujuan yang secara langsung maupun tidak langsung dirancang untuk menfasilitasi belajar agar lebih bermakna. lnteraksi langsung biasanya mengambil bentuk kurikulum tertulis dan mata pelajaran-mata pelajaran, adapun interaksi yang tidak langsung dapat ditemukan dalam “kurikulum tersembunyi” (hidden curriculum), yaitu semua hal yang tidak direncanakan tetapi tidak terjadi di sekolah, dialami, dan dipelajari peserta didik. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2006, tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Kurikulum, dalam pengertian kurikulum tertulis, mempunyai empat komponen-pokok, yakni: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Tujuan memiliki peranan penting, karena akan mengarahkan semua kegiatan pembelajaran dan akan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasar dua hal. Pertama, tuntutan perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks), keperluan, dan kondisi masyarakat. Kedua, didasari oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis.
Berdasar cakupannya, kita mengenal beberapa kategori tujuan, yakni tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah, tujuan jangka pendek, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan pendidikan nasional, tujuan ideal pendidikan bangsa. Tujuan jangka menengah merupakan tujuan institusional, yakni yang akan dicapai oleh sesuatu lembaga pendidikan. Termasuk tujuan jangka menengah ialah tujuan kurikuler, yang akan dicapai oleh sesuatu program studi. Adapun tujuan jangka pendek tercermin dalam tujuan pembelajaran yang meliputi tujuan pembelajaran umum (TPU) maupun tujuan pembelajaran khusus (TPK).
Dalam mempersiapkan pelajaran, guru harus menjabarkan tujuan mengajarnya dalam bentuk-bentuk tujuan khusus yang operasional, sehingga jelas dan müdah mengukurnya.
Materi atau bahan belajar merupakan sekumpulan fakta, konsep, prinsip, prosedur, teori atau kombinasi dari berbagai hal tersebut yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dalam menyusun bahan ajar, guru perlu memperhatikan tiga hal penting, yakni kontinuitas, sekuens, dan integritas.
Kontinuitas, artinya bahwa pengalaman belajar yang akan disampaikan kelas harus memiliki kesinambungan dengan pengalaman belajar di luar kelas Sekuens atau urutan, artinya bahwa pengalaman belajar yang diberikan kelas sebelumnya harus menjadi dasar bagi pengalaman belajar yang aka diberikan di kelas selanjutnya. Integritas artinya bahwa pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa harus diarahkan menjadi pengalamani belajar terpadu, yang berguna untuk memecahkan persoalan hidup sehari-hari.
Metode terkait erat dengan tipe bahan ajar atau materi. Pada saat guru menyusun materi, ia harus sudah memikirkan metode apa yang cocok denga materi tersebut. Di samping itu, guru disarankan untuk menggunakan matode yang meningkatkan kebermaknaan materi bagi peserta didik, yakni dengan menghubungkan materi dengan struktur kognitif yang ada pada peserta didik.
Evaluasi merupakan komponen kurikulum yang berfungsi untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan serta untuk menilai proses pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik yang digunakan untuk mengadakan usaha penyempurnaan baik bagi penetapan perumusan tujuan, pemilihan materi, dan pemilihan metode.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Seperti halya kurikulum nasional, KTSP disusun mencakup tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
Minimal ada lima landasan yang digunakan dalam menyusun kurikulum, yaitu landasan yuridis, filosofis, landasan psikologis, landasan sosilologis, dan perkembangan ipteks. Pertimbangan lain yang tidak boleh dilupakan dalam pengembangan kurikulum ialah faktor sosial budaya. Alasannya terkait dengan sifat pokok pendidikan, yakni sebagai proses pemberian pertimbangan nilai, proses pengarahan kehidupan bermasyarakat, dan tempat berlangsungnya proses pendidikan di masyarakat. Oleh karena itu, kondisi sosial budaya di mana praktek pendidikan berlangsung harus dipertimbangkan dalam menyusun dan pengembangan kurikulum.
Ilmu, pengetahuan dan teknologl dan seni (Ipteks) yang terus berkembang sangat pesat juga perlu dipertimbangkan dalam menyusun kurikulum. Kurikulum harus berisi apa yang perlu dikuasai anak didik untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi di masa depan. Perkembangan ipteks adalah sesuatu yang pasti terjadi, oleh karenanya harus diantisipasi melalul muatan kurikulum yang berorientasi ke masa depan.

Tugas dan Fungsi Tim Pengembang Kurikulum
Kurikulum disusun oleh ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pendidik, pejabat pendidikan (birokrat), pengusaha serta pemangku kepentingan (stakeholders) yang lain Kurikulum disusun dengan tujuan memberi pedoman kepada para pelaksam pendidikan. Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguj kurikulum, di mana kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akar mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Oleh karena itu, guru merupakan pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasitan kurikulum. Dengan kata lain, guru merupakan perencana, pelaksana penilai dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Namun dalam prakteknya, proses pengembangan kurikulum dilakukan secara bersama-sama dengan kelompok pakar yang lain, yang kesemuanya disebut tim pengembang kurikulum. Adapun tugas tim pengembang kurikulum ialah: (1) menyusun dasar-dasar hukum, kerangka dasar serta program inti kurikulum, (2) memberikan alternatif konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan perkembangan jaman, dan (3) mengimplementasikan, menilai dan menyempurnakan kurikulum.
Di samping memiliki tugas sebagaimana tersebut di atas, tim pengembang kurikulum memiliki fungsi Untuk mengartikulasikan kurikulum. Artikulasi dalam pendidikan berarti kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar. Untuk mewujudkan artikulasi, pengembang kurikulum perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan, merevisi metode dan isi pembelajaran serta mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum yang bernuansa otonomi ini, sekelompok guru atau keseluruhan guru di sekolah mengharapkan upaya pengembangan kurikulum. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan penyempurna pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kelasnya, karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Proses pengembangan kurikulum ini akan berjalan efektif jika guru telah memiliki kemampuan yang memadai sebagai pengembang kurikulum, di samping kemauan untuk berbuat. Oleh karena itu, pemberdayaan tim pengembang kurikulum harus diawali dengan penanaman pengetahuan tentang prosedur pengembangan kurikulum di samping pembinaan kemauan dan sikap positif terhadap apa yang sedang dilakukannya.
Beberapa pertanyaan yang merupakan indikator untuk melihat keberdayaan tim pengembang kurikulum ialah: (1) apakah tim mampu melakukan penelaahan atau penelitian terhadap kurikulum, (2) apakah tim mampu melakukan studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (3) apakah tim mampu menyusun kriteria bagi penentuan kurikulum baru, dan (4) apakah tim mampu menyusun kurikulum baru. Oleh karena itu, tim pengembang kurikulum akan lebih berdaya jika mereka dibekali dengan: (1) pengetahuan/ketrampilan dalam penilaian kurikulum, (2) pengetahuan/ketrampilan dalam menyusun kurikulum baru, dan (3) pengetahuan/ketrampilan menetapkan kriteria kurikulum baru. Di samping itu, tim pengembang harus mampu: (1) mendiagnosis kebutuhan, (2) merumuskap tujuan-tujuan khusus, (3) memilih isi pelajaran, (4) mengorganisasi isi, (5) memilih pengalaman belajar, (6) melakukan evaluasi, (7) melihat sekuens dan keseimbangan.

Kurikulum dan Kemajuan IPTEKS

1.        Kurikulum dan Proyeksi Masa Depan
Kurikulum dalam perjalanannya harus selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, kemajuan ipteks, dan tuntutan masyarakat. Dengan kata lain, kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi di masa depan harus diantisipasi lewat pengembangan kurikulum secara terus menerus.
Kaitannya dengan pengembangan kurikulum, masa depan harus dilihat dari dua sudu pandang. Pertama, masa depan merupakan suatu kajian yang penting bagi siswa. Kedua, kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan wawasan kependidikan untuk mempersiapkan anak-anak didik memasuki abad masa depan. Mempersiapkan untuk masuk ke masa depan berarti pengembangan kemampuan intelektual dan sosial.
Dasar pemikiran perlunya mengkaji masa depan ialah bahwa: masa depan tidak dapat diramalkan, kita menciptakannya dengan apa yang kita kerjakan sekarang; masa depan lahir dari masa sekarang, karenanya masa sekarang merupakan dasar yang penting bagi kajian masa depan; perencanaan masa depan bukan diperuntukkan bagi perbaikan masa sekarang, tetapi dlpusatkan pada kemungkinan-kemungkinan dan akibat-akibat dan apa yang kita rencanakan untuk masa depan yang lebih baik.
Oleh karena kurikulum yang akan datang dikembangkan berbasis kompetensi, maka jenis kompetensi atau kemampuan/kesanggupan apa yang diperlukan sebagai bekal untuk hidup dl masa depan itulah yang diutamakan. Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah (2001) menunjukkan prinsip-pninsip pengembangan sebagai berikut:
a.        Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika
Kurikulum merupakan “instrumental input” yang digunakan untuk menyeimbangkan pengalaman belajar yang mengembangkan etika, estetika, logika, dan kinestika. Pengembangan etika dilaksanakan dalam rangka penanaman nilai-nilai sosial dan moral termasuk menghargai dan mengangkat nilai-nilai universal. Pengembangan estetika menempatkan pengalaman belajar daam konteks menyeluruh untuk memberikan wang bagi pengalaman estetik melalul berbagal kegiatan yang dapat mengekspresikan gagasan, rasa, dan karsa. Logika yang dikembangkan dipacu untuk muncufriya pemikiran kreatif dan inovatif dengan keseimbangan yang nyata antara kognisi dan emosi yang mendukung munculnya ketrampilan interpersonal.

b.       Kesamaan memperoleh kesempatan
       Setiap orang berhak memperoleh kesempatan pendidikan yang tepat sesuai kemampuan dan kecepatannya. Untuk itu perlu adanya jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang beruntung dan segi ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat dan unggul.
c.        Memperkuat identitas nasional
       Kurikulum harus menanamkan dan mempertahankan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia melalui pemahaman terhadap pertumbuhan peradaban bangsa Indonesia dan sumbangan bangsa Indonesia terhadap peradaban dunia. Dengan demikian, kurikulum harus mempertahankan kebenlanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran, semangat, dan kesatuan nasional. Materi tentang pemeliharaan identitas nasional, patriotisme, sikap nonsektarian, kemampuan untuk bertoleransi terhadap perbedaan yang ditimbulkan oleh agama, ideologi, wilayah, bahasa, dan jender perlu diperhatikan dalam kurikulum.
d.       Menghadapi abad pengetahuan
       Globalisasi dalam bidang informasi, komunikasi, dan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing, serta penguasaan dan teknologi menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu bangsa. Sumberdaya alam yang makin terbatas tidak dapat lagi menjadi tumpuan modal karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas. Pada abad pengetahuan ini diperlukan masyarakat yang berpengetahuan yang diperoleh dengan cara belajar sepanjang hayat. Sifat pengetahuan dan ketrampilan yang hams dikuasai masyarakat sangat beragam dan harus berkualitas sehingga diperlukan kurikulum yang mendorong untuk meningkatkan kemampuan metakognitif dan kemampuan berpikir dan belajar dalam mengakses, memilih, menuai pengetahuan, dan mengatasi situasi yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.
e.        Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi
Revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi merupakan tantangan fundamental yang dapat mengubah masyarakat biasa ke dalam masyarakat informasi dan masyarakat pengetahuan. Teknologi informasi dan komunikasi berpotensi untuk menyediakan kemudahan belajar elektronik atau belajar dengan kabel on-line yang mempermudah akses ke dalam informasi dan ilmu pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kurikulum. Oleh karena itu diperlukan kurikulum yang luwes dan adaptif terhadap berbagai pengetahuan baru sesuai keadaan zaman.
f.        Mengembangkan ketrampilan hidup
Pendidikan perlu menyiapkan peserta didik agar mampu mengembangkan ketrampilan hidup untuk menghadapi tantangan hidup yang terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama ketrampilan hidup antara lain kerumahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi kesadaran diri, menghindari stress membuat keputusan, berpikir kreatif hubungan interpersonal dan pemahaman tentang berbagai bentuk pekerjaan serta kemampuan vokasional disertai sikap positif terhadap kerja. Oleh karena itu, dalam kurikulum perlu dimasukan ketrampilan hidup agar peserta didik memiliki kemampuan bersikap dan berperilaku adaptif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif.
g.       Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikuler
Kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan pengetahuan dan sikap tentang budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata, lingkungan hidup dan kependudukan, kehutanan, home-industry/economic, pencegahan kosumerisme, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan penyalahgunaan narkoba, perdamaian, demokrasi, dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai Universal. Pengintegrasian ünsur-unsur tersebut perlu disesuaikan dengan sifat mata pelajaran pokok yang relevan dengan perkembangari kemampuan peserta didik.
h.       Pendidikan alternatif
Pendidikan tidak hanya terjadi secara formal di sekolah tetapi juga harus terjadi di mana saja. Hal ini sangat penting terutama dalam rangka mencapai universahisasi dan demokratisasi pendidikan. Pendidikan altematif meliputi, antara lain pendidikan non-formal, pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh, sistem lain yang lentur yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organsisasi non-pemerintah.
i.         Berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan
Upaya untuk memandirikan peserta didik untuk belajar, berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, dan penilaian diri untuk suatu repleksi akan mendorong mereka untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung secara lebih efektif. Dalam hal ini, peran utama guru adalah sebagal fasilitator belajar.
j.         Pendidikan multikultural dan multibahasa
Indonesia terdiri atas masyarakat dengan beragam budaya, bahasa, dan agama. Implikasi dan hal tersebut yaitu bahwa dalam pendidikan perlu menerapkan metodik yang produktif dan kontekstual untuk mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluralistik dalam kerangka pembentukan jati diri bangsa.
k.       Penilaian berkelanjutan dan komprehensif
Kurikulum harus menanggapi kebutuhan belajar peserta didik untuk mengetahui hasil belajarnya. Hasil belajar dipandang sebagai umpan balik untuk perbaikan lebih lanjut terhadap segala kekurangan dan kelebihan peserta didik selama belajar dalam kurun waktu tertentu. Oleh karenanya penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam dunia pendidikan. Hasil dari suatu penilaian umumnya tergantung pada identifikasi jenis dan alat penilaian yang digunakan serta tujuan, criteria penilaian, dan Interprestasi hasil. Relevansi, reliabilitas dan vailditas penilaian merupakan prosedur yang menentukan kualitas umpan balik. Penilaian berkelanjutan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan oleh guru itu sendiri dengan proses penilaian yang dilakukan secara transparan. Penilaian harus dilakukan secara komprehensif yang mencnkup aspek kompentensi akademik dan ketrampilan hidup.
l.         Pendidikan sepanjang hayat
Pendidikan harus berlanjut sepanjang hidup manusa dalam rangka untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar tentang dunia yang berubah dalam segala bidang. Dengan demikian, kerusakan dan keusangan pengetahuan dapat dihindari. Dalam hal ini, kurikulum harus menyediakan kompetensi dan materi yang berguna bagi peserta didik bukan hanya untuk kepentingannya di masa sekarang, tetapi juga kepentingannya di masa yang akan datang dengan memberikan fondasi yang kuat untuk inkuiri dan memecahkan masalah yang merupakan titik awal untuk menguasai cara berpikir bagaimana berpikir dan belajar sepanjang hidupnya.

2.    Model kurikulum yang relevan untuk masa depan
Banyak perubahan sosial yang diramal o!eh John Naisbit terjadi (Miller dan Seller, 1985:341). Maraknya implementasi disentralisasi, semakin sensitifnya masyarakat dengan masalah-masalah global, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat merupakan kenyataan dewasa ini yang memberikan dampak bagi pengembangan dan pelaksanaan proses pendidikan, khususnya dalam menentukan model kurikulum yang digunakan. Dengan kata lain, model kurikulum yang bagaimanakah yang sesuai untuk menyosngsong masa depan dalam era otonomi, merupakan pertanyaan yang perlu dijawab secara cermat dan bijak.
Miller dan Seder (1985) menekankan perlunya Bahasa lnggris, Matematika, dan Ilmu-ilmu sosial bagi siswa sekolah menengah untuk memasuki abad global. Di samping itu, kurikulum harus menyediakan sejuiniah alternatif yang mencerminkan inisiatif lokal. Kurikulum yang seperti itu, secara konseptual, disebut model kurikulum rekonstruksi sosial, yang menurut Sukmadinata (1997: 91) merupakan kurikulum yang lebih memusatkan perhatian ada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama. Kerjasama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalul interaksi dan kerjasama ini siswa berusaha memecahkan problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Ciri dari model kurikulum rekonstruksi sosial sebagai berikut:
a.     Tujuan utama kurikulum ini ialah mengahadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tangan tersebut merupakan garapan studi sosial yang perlu didekati dan bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, psikologi, estetika, IPA, dan matematika.
b.    Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak. Masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan, sebagai misal : dapatkah kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman yang mengganggu integritas kemanusiaan?
c.     Pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dan tema utama dijabarkan sejuiniah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain.

Model kurikulum reskonstruksi sosial dapat digambarkan sebagai berikut:

Model kurikulum rekonstruksi sosial, menurut para ahli kurikulum, merupakan kurikulum yang berorientasi ke masa depan dan menyarankan agar isi kurikulum dipusatkan pada penggalian sumber-sumber alam dan bukan alam, populasi, kesejahteraan masyarakat, masalah air, akibat pertumbuhan penduduk, ketidakseragaman pemanfaatan sumber-sumber alam, dan lain-lain.

F.    Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau setiap satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervise Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar, dan Dinas Provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah. Penyusunan kurikulum untuk pendidikan khusus, selain mengacu kepada acuan tersebut, juga penyusunannya dalakukan di provinsi.

G.   Rencana dan Program Implementasi Kurikulum

1.        Pengertian Rencana dan Program Implementasi Kurikulum
Rencana ialah blueprint atau gambaran awal dari apa yang akan dilaksanakan. Kaitannya dengan program implementasi kurikulum, perencanaan kurikulum dapat digunakan urituk mengdentifikasi kesulitan-kesulitan yang potensial serta untuk menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul. Adapun program implementasi kurikulum merupakan rencana pelaksanaan dari kurikulum tertentu.

2.    Komponen-komponen rencana Implementasi kurikulum
Terdapat tujuh komponen utama dalam rencana implementasi kurikulum (Miller dart Seller, 1985:276), yakni sebagai berikut.

Mengkaji program baru.
Perencanaan awal dari implementasi menentukan kajian terhadap program-progtam baru. Kajian ini dapat dilakukan di tingkat kabupaten yang dipandu oleh panitia perencana. Faktor yang perlu diperhatikan ialah apakah usulan program berasal dari dalam atau luar sistem sekolah.

Identifikasl sumber-sumber.
Identifikasi sumber dapat dilakukan pada tiga bidang, yakni: (1) sumber tercetak dan dari pandang-dengar, sebagai misal: buku-buku teks, bahan-bahan mengajar, (2) manusia sumber, sebagal misal: para konsultan, dan (3) sumber keuangan. Sebelum menerapkan program baru di kelas, guru harus diberi kesempatan untuk menguji materi-materi sumber dan merekomendasi kelayakannya untuk dipakai. Di samping itu materi, manusia sumbet diperlukan untuk membantu guru mengatasi persoalan yang mungkin timbul. Adapun sumber keuangan diperlukan karena implementasi program baru selalu memerlukan biaya sebagai missal : pemberian buku-buku teks, bahan-bahan baru untuk pembelajaran, dan sebagainya.

Menetapkan peran.
Penetapan peran perlu dilakukan agar tidak teajadl tumpang-tindih tugas pada satu orang. Sebagai missal kepala sekolah dapat diberi tugas mengkoordinasikan kegiatan implementasi antara sekolah sementara tugas mendistribusikan kuesioner yang terkait dengan kemajuan implementasi dapat dlberikan kepada personal tertentu. Perlu dicatat, bahwa kepala sekolah yang sering mendiskusikan persolan implementasi dan program-program baru dengan guru-guru, baik dalam satu pertemuan maupun secara pribadi, serta membantu mereka mengatasi masalah pada umumnya lebih sukses dari pada kepala sekolah yang tidak aktif pada kegiatan tersebut.


Pengembangan. profesional.
Implementasi program baru memiliki dampak pada pengembangan professional. Sebagal misal: Inplementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menuntut guru untuk banyak membaca hal-hal baru yang terkait dengan KBK. Dengan kata lain, diluncurkannya program baru menuntut guru untuk mengkajinya lebih jauh sehingga kemampuan profesionalnya meningkat.

Penjadwalan.
Penjadwalan diperlukan untuk menetapkan kapan kemajuan implementasi dapat dinilai Menyiapkan jadwal implementasi memerlukan analisis yang cermat terhadap program baru dan kebutuhan guru dalam lmplementasi tersebut. Jadwal akan menjadi jadwal yang efektif jika disusun berdasar basil diskusi semua kelompok yang terlibat dalam program implementasi.

Membangun sistem komunikasi.
Arus Informasi dan pertemuan atau kontak yang dibangun melalul system komunikasi dapat membantu mengurangi perasaan terasing dan pihak-pihak terkait selama implementasi. Bagi guru, kesempatan untuk berbicara satu sama lain tentang program-program baru dapat mengingatkan mereka bahwa mereka tidak sendiran dalam implementasi itu. Melalui sistem komunlkasi seorang guru yang memerlukan bantuan dapat segera dibantu oleh rekan sejawat. Rencana untuk sistem komunikasi dimulai dengan identifikasi tentang informasi apa yang akan dlperlukan, siapa yang àkan menggunakannya, dan kapan akan digunakan.

Pemantauan pelaksanaan.
Tujuan dari pemantauan ialah untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan implementasi dan menggunakan informasi itu untuk menfasilitasi dan membantu upaya guru. Arus informasi, didukung system komunikasi akan memberikan gambaran tentang kemajuan Implementasi. Melalui pemantauan, keputusan tentang kegiatan yang penting dapat dibuat, untuk mendukung implementasi dan kemungkinan perubahan dalam program-program baru.

3.    Model-model lmplementasi Kurikulum
Memahami model-model Implementasi kurikulum memungkinkan para pekerja kurikulum untuk mengidentifikasi kesulitah dalam implementasi dan untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tetsebut. Menurut Miller dan Seller (1985: 249), paling tidak ada tiga model lmplementasl kurikulum yang akomodatif terhadap persoalan yang muncul di lapangan. Model-model tersebut ialah:
a.       Concern-Based Adoption Model (CBAM)
Model mi dikembangkan oleh Hall dan Loucks (1978), menekankan pada ldentifikasi level yang bervariasi tentang perhatian guru terhadap inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di ruang kelas.
b.       The Innovation Profile Model
Model mi dikembangkan oleh Leithwood (1982), memungkinkan guru dan pekerja kurikulum untuk mengembangkan satu profile tentang hambatan dalam melakukan perubahan sehingga guru dapat mengatasi hambatan tersebut.
c.        TORI Model (Trust, Openness, Reallization dan Independency)
Model ini dikembangkan oleh Gibb’s (1978) memusatkan pada perubahan pribadi dan sosial. Model ini memberikan satu skala untuk membantu guru mengidentifikasi sejauh mana sikap reseptive sekolah terhadap implementasi gagasan inovatif serta memberikan panduan bagaimana menfasilitasi perubahan.
Di antara tiga model tersebut, model Innovation Profile tampak paling fieksible untuk implementasi gagasan-gagasan inovatif dalam kurikulum oleh karenanya model ini perlu dijelaskan lebih jauh bagaimana cara implementasinya.
Gambar 1: Strategi untuk implementasi
Inovasi Kurikulum (Adaptasi dari Miller & Seller 1985: 265)

Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana model Innovation Profile membagi proses implementasi menjadi enam tugas. Enam tugas utama dibagi lagi menjadi dua fase: tugas 1-3 yang merupakan fase diagnosis dan tugas 4-6 yang merupakan fase aplikasi. Dua bentuk evaluasi digunakan untuk mengukur apakah strategi yang digunakan berhasil.
Diagnosis. Untuk melengkapi tiga jenis kegiatan diagnostik, kajian yang mendalam terhadap program baru pertu dilakukan. untuk membantu mengidentifikasi elemen-elemen yang penting, program harus dljelaskan dalam kaitannya dengan serangkaian kriteria, yakni: (1) pemikiran yang menjadi dasar diterapkannya program baru, (2) hasil belajar yang diharapkan, (3) perilaku masukan, (4) isi pelajaran, (5) bahan pembelajaran, (6) strategi pembelajaran, (7) pengalaman belajar, (8) waktu, (9) alat dan prosedur penilaian.
ApIikasi. Ketika pengujian dan analisis awal telah dilakukan, langkah berikut ialah imptementasi. Pada fase ihi, dipusatkan pada praktek di ruang kelas. Tujuannya ialah untuk menfasilitasi perubahan-perubahan dalam praktek yang dianjurkan oleh program baru.
Evaluasi. Kegiatan evaluasi dilakukan berdasar kriteria yang dikembangkan pada kegiatan awal. Tujuan evaluasi formatif ialah untuk melihat apakah hambatah-hambatan yang muncul dapat diatasi, evaluasi sumatif terhadap inovasi dilakukan untuk memastikan apakah sebagian besar kendala telah dapat diatasi.

4.    Kendala dalam implementasi kurikulum
Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam rangka otonomi berhadapan dengan beberapa kendala. Menurut Sukmadinata (1997:2001), kendalä tersebut ialah: (1) tidak adanya keseragaman, oleh karena itu untuk daerah dan situasi yang memerlukan keseragaman dan persatuan dan kesatuan nasional, kurikulum ini sulit diterapkan (2) tidak adanya standard penilaian yang sama, sehingga sukar untuk memperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu sekolah/distrik dengan sekolah/distrik lain, (3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahäh siswa ke sekolah/distrik lain, (4) sukar untuk melakukan pengelotaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua sekolah/distrik memiliki kesiapan untuk menyusun dan rnengembangkan kurikulum sendiri.
Kendala tersebut di atas dapat diatasi dengan lebih banyak melibatkan guru. Guru dilibatkan bukan dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/caturwulan atau satuan pelajaran, tetapi juga untuk menyusun kurikulum menyeluruh di sekolahnya. Jika sejak awal guru dilibatkan dalam penyusunan kurikulum, mereka akan memahami benar substansi kutikulum dan cara implementasinya secara tepat.


1.        Implementasi dan evaluasi kurikulum
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi kurikulum, perlu dilakukan evatuasi. Miller dan Seller (1985: 329) menegaskan bahwa evaluasi kurikulum perlu dilakukan untuk méndapatkan informasi yang digunakan untuk perbaikan-perbaikan di sekolah. Dengan demikian, evaluasi memiliki peran untuk menentukan apakah suatu kurikulum perlu diteruskan atau dihentikan. Sukmadinata (1997: 180) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum minimal berkenaan dengan tiga hal, yakni: (1) moral judgment, (2) penentuan keputusan, (3) konsensus nilai.
Evaluasi kurikulum dan moral judgment. Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tesebut suatu obyek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi dan penilalan keputusan. Pengambil keputusan dalam pendidikan dah kurikulum itu banyak, ada guru, orang-tua, murid, kepala sekolah, pengembang kurikulum, birokrat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seterusnya. Lalu siapa diantara mereka yang memiliki peran paling menentukan. Pada dasarnya tiap kelompok di atas memiliki peran sesuai posisi masing-masing. Besar kecilnya peranan keputusan sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab masing-masing serta lingkup masalah yang dihadapinya.
Evaluasi dan konsesus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut berpartisipasi. Masing-masing dari mereka memiliki sudut pandang yang mungkin berbeda, kepentingan-kepentingan nilai serta pengalaman tersendiri. Kesatuan penilaian dapat dicapai melalui suatu konsensus.

H.   Prinsip-prinsip Pengembangan KTSP
KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip: (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang hayat, (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

0 comments: