Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan
kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh
sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan da potensi yang ada di daerah
masing- masing.
Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan standar nasional
pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum.
Pengembangan kurikulum disusun antara lain agar
dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk: a. belajar untuk bermain
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. belajar untuk memahami dan menghayatai;
c. belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; d. belajar
untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan e. belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (PAKEM).
Pengertian Kurikulum
Menurut Seller dan Miller (1985:1), kurikulum
ialah seperangkat interaksi bertujuan yang secara langsung maupun tidak
langsung dirancang untuk menfasilitasi belajar agar lebih bermakna. lnteraksi
langsung biasanya mengambil bentuk kurikulum tertulis dan mata pelajaran-mata
pelajaran, adapun interaksi yang tidak langsung dapat ditemukan dalam
“kurikulum tersembunyi” (hidden
curriculum), yaitu semua hal yang tidak direncanakan tetapi tidak terjadi
di sekolah, dialami, dan dipelajari peserta didik. Menurut Peraturan Pemerintah
No. 19 Tahun 2006, tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Kurikulum, dalam pengertian kurikulum
tertulis, mempunyai empat komponen-pokok, yakni: tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
Tujuan memiliki peranan penting, karena akan mengarahkan semua kegiatan
pembelajaran dan akan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasar dua hal. Pertama,
tuntutan perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks),
keperluan, dan kondisi masyarakat. Kedua,
didasari oleh pemikiran-pemikiran yang terarah pada pencapaian nilai-nilai
filosofis.
Berdasar cakupannya, kita mengenal beberapa
kategori tujuan, yakni tujuan jangka panjang, tujuan jangka menengah, tujuan
jangka pendek, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan pendidikan
nasional, tujuan ideal pendidikan bangsa. Tujuan jangka menengah merupakan
tujuan institusional, yakni yang akan dicapai oleh sesuatu lembaga pendidikan.
Termasuk tujuan jangka menengah ialah tujuan kurikuler, yang akan dicapai oleh
sesuatu program studi. Adapun tujuan jangka pendek tercermin dalam tujuan
pembelajaran yang meliputi tujuan pembelajaran umum (TPU) maupun tujuan
pembelajaran khusus (TPK).
Dalam mempersiapkan
pelajaran, guru harus menjabarkan tujuan mengajarnya dalam bentuk-bentuk tujuan
khusus yang operasional, sehingga jelas dan müdah mengukurnya.
Materi atau bahan belajar merupakan sekumpulan fakta, konsep, prinsip,
prosedur, teori atau kombinasi dari berbagai hal tersebut yang akan disampaikan
kepada peserta didik. Dalam menyusun bahan ajar, guru perlu memperhatikan tiga
hal penting, yakni kontinuitas, sekuens, dan integritas.
Kontinuitas, artinya bahwa pengalaman belajar yang akan
disampaikan kelas harus memiliki kesinambungan dengan pengalaman belajar di
luar kelas Sekuens atau urutan,
artinya bahwa pengalaman belajar yang diberikan kelas sebelumnya harus menjadi
dasar bagi pengalaman belajar yang aka diberikan di kelas selanjutnya. Integritas artinya bahwa pengalaman
belajar yang diberikan kepada siswa harus diarahkan menjadi pengalamani belajar
terpadu, yang berguna untuk memecahkan persoalan hidup sehari-hari.
Metode terkait erat dengan tipe bahan ajar atau materi. Pada saat guru menyusun
materi, ia harus sudah memikirkan metode apa yang cocok denga materi tersebut.
Di samping itu, guru disarankan untuk menggunakan matode yang meningkatkan
kebermaknaan materi bagi peserta didik, yakni dengan menghubungkan materi
dengan struktur kognitif yang ada pada peserta didik.
Evaluasi merupakan komponen kurikulum yang berfungsi untuk
menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan serta untuk menilai proses
pelaksanaan pembelajaran secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan
umpan balik yang digunakan untuk mengadakan usaha penyempurnaan baik bagi
penetapan perumusan tujuan, pemilihan materi, dan pemilihan metode.
KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan. Seperti halya kurikulum nasional, KTSP disusun mencakup
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
Minimal ada lima landasan
yang digunakan dalam menyusun kurikulum, yaitu landasan yuridis, filosofis,
landasan psikologis, landasan sosilologis, dan
perkembangan ipteks. Pertimbangan lain yang tidak boleh dilupakan dalam
pengembangan kurikulum ialah faktor sosial
budaya. Alasannya terkait
dengan sifat pokok pendidikan, yakni sebagai proses pemberian pertimbangan
nilai, proses pengarahan kehidupan bermasyarakat, dan tempat berlangsungnya
proses pendidikan di masyarakat. Oleh karena itu, kondisi sosial budaya di mana
praktek pendidikan berlangsung harus dipertimbangkan dalam menyusun dan
pengembangan kurikulum.
Ilmu, pengetahuan dan teknologl dan seni (Ipteks) yang terus berkembang sangat
pesat juga perlu dipertimbangkan dalam menyusun kurikulum. Kurikulum harus
berisi apa yang perlu dikuasai anak didik untuk menghadapi berbagai kemungkinan
yang terjadi di masa depan. Perkembangan ipteks adalah sesuatu yang pasti
terjadi, oleh karenanya harus diantisipasi melalul muatan kurikulum yang
berorientasi ke masa depan.
Tugas dan Fungsi Tim Pengembang
Kurikulum
Kurikulum disusun oleh ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pendidik, pejabat pendidikan (birokrat), pengusaha
serta pemangku kepentingan (stakeholders) yang lain Kurikulum
disusun dengan tujuan memberi pedoman kepada para pelaksam pendidikan. Kelas
merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguj kurikulum, di mana kemampuan
guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akar mewujudkan bentuk kurikulum yang
nyata dan hidup. Oleh karena itu, guru merupakan pemegang kunci pelaksanaan dan
keberhasitan kurikulum. Dengan kata lain, guru merupakan perencana, pelaksana
penilai dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Namun dalam prakteknya, proses
pengembangan kurikulum dilakukan secara bersama-sama dengan kelompok pakar yang
lain, yang kesemuanya disebut tim pengembang kurikulum. Adapun tugas tim
pengembang kurikulum ialah: (1) menyusun dasar-dasar hukum, kerangka dasar
serta program inti kurikulum, (2) memberikan alternatif konsep pendidikan dan
model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan perkembangan jaman, dan (3)
mengimplementasikan, menilai dan menyempurnakan kurikulum.
Di samping memiliki tugas sebagaimana tersebut di
atas, tim pengembang kurikulum memiliki fungsi Untuk mengartikulasikan
kurikulum. Artikulasi dalam pendidikan berarti kesatupaduan dan koordinasi
segala pengalaman belajar. Untuk mewujudkan artikulasi, pengembang kurikulum
perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak
diperlukan, merevisi metode dan isi pembelajaran serta mengusahakan perluasan
dan kesinambungan kurikulum yang bernuansa otonomi ini, sekelompok guru atau
keseluruhan guru di sekolah mengharapkan upaya pengembangan kurikulum. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan
penyempurna pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kelasnya, karena
itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.
Proses pengembangan kurikulum ini akan berjalan
efektif jika guru telah memiliki kemampuan yang memadai sebagai pengembang kurikulum,
di samping kemauan untuk berbuat. Oleh karena itu, pemberdayaan tim pengembang
kurikulum harus diawali dengan penanaman pengetahuan tentang prosedur
pengembangan kurikulum di samping pembinaan kemauan dan sikap positif terhadap
apa yang sedang dilakukannya.
Beberapa pertanyaan yang merupakan indikator
untuk melihat keberdayaan tim pengembang kurikulum ialah: (1) apakah tim mampu
melakukan penelaahan atau penelitian terhadap kurikulum, (2) apakah tim mampu
melakukan studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, (3)
apakah tim mampu menyusun kriteria bagi penentuan kurikulum baru, dan (4)
apakah tim mampu menyusun kurikulum baru. Oleh karena itu, tim pengembang
kurikulum akan lebih berdaya jika mereka dibekali dengan: (1) pengetahuan/ketrampilan
dalam penilaian kurikulum, (2) pengetahuan/ketrampilan dalam menyusun kurikulum
baru, dan (3) pengetahuan/ketrampilan menetapkan kriteria kurikulum baru. Di
samping itu, tim pengembang harus mampu: (1) mendiagnosis kebutuhan, (2)
merumuskap tujuan-tujuan khusus, (3) memilih isi pelajaran, (4) mengorganisasi
isi, (5) memilih pengalaman belajar, (6) melakukan evaluasi, (7) melihat
sekuens dan keseimbangan.
Kurikulum dan Kemajuan IPTEKS
1.
Kurikulum
dan Proyeksi Masa Depan
Kurikulum dalam perjalanannya harus selalu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman, kemajuan ipteks, dan tuntutan
masyarakat. Dengan kata lain, kemungkinan-kemungkinan apa yang terjadi di masa
depan harus diantisipasi lewat pengembangan kurikulum secara terus menerus.
Kaitannya dengan pengembangan kurikulum, masa
depan harus dilihat dari dua sudu pandang. Pertama, masa depan merupakan suatu
kajian yang penting bagi siswa. Kedua, kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi di masa depan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan wawasan
kependidikan untuk mempersiapkan anak-anak didik memasuki abad masa depan.
Mempersiapkan untuk masuk ke masa depan berarti pengembangan kemampuan
intelektual dan sosial.
Dasar pemikiran perlunya mengkaji masa depan
ialah bahwa: masa depan tidak dapat diramalkan, kita menciptakannya dengan apa
yang kita kerjakan sekarang; masa depan lahir dari masa sekarang, karenanya
masa sekarang merupakan dasar yang penting bagi kajian masa depan; perencanaan
masa depan bukan diperuntukkan bagi perbaikan masa sekarang, tetapi dlpusatkan
pada kemungkinan-kemungkinan dan akibat-akibat dan apa yang kita rencanakan
untuk masa depan yang lebih baik.
Oleh karena kurikulum yang akan datang
dikembangkan berbasis kompetensi, maka jenis kompetensi atau
kemampuan/kesanggupan apa yang diperlukan sebagai bekal untuk hidup dl masa
depan itulah yang diutamakan. Buku Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk
Pendidikan Dasar dan Menengah (2001) menunjukkan prinsip-pninsip pengembangan
sebagai berikut:
a.
Keseimbangan etika, logika, estetika,
dan kinestetika
Kurikulum merupakan “instrumental input” yang
digunakan untuk menyeimbangkan pengalaman belajar yang mengembangkan etika,
estetika, logika, dan kinestika. Pengembangan etika dilaksanakan dalam rangka
penanaman nilai-nilai sosial dan moral termasuk menghargai dan mengangkat
nilai-nilai universal. Pengembangan estetika menempatkan pengalaman belajar
daam konteks menyeluruh untuk memberikan wang bagi pengalaman estetik melalul
berbagal kegiatan yang dapat mengekspresikan gagasan, rasa, dan karsa. Logika
yang dikembangkan dipacu untuk muncufriya pemikiran kreatif dan inovatif dengan
keseimbangan yang nyata antara kognisi dan emosi yang mendukung munculnya
ketrampilan interpersonal.
b. Kesamaan memperoleh kesempatan
Setiap orang berhak
memperoleh kesempatan pendidikan yang tepat sesuai kemampuan dan kecepatannya.
Untuk itu perlu adanya jaminan keberpihakan kepada peserta didik yang kurang
beruntung dan segi ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat
dan unggul.
c.
Memperkuat
identitas nasional
Kurikulum harus menanamkan
dan mempertahankan kebanggaan menjadi bangsa Indonesia melalui pemahaman
terhadap pertumbuhan peradaban bangsa Indonesia dan sumbangan bangsa Indonesia
terhadap peradaban dunia. Dengan demikian, kurikulum harus mempertahankan
kebenlanjutan tradisi budaya yang bermanfaat dan mengembangkan kesadaran,
semangat, dan kesatuan nasional. Materi tentang pemeliharaan identitas
nasional, patriotisme, sikap nonsektarian, kemampuan untuk bertoleransi
terhadap perbedaan yang ditimbulkan oleh agama, ideologi, wilayah, bahasa, dan
jender perlu diperhatikan dalam kurikulum.
d. Menghadapi abad pengetahuan
Globalisasi dalam bidang
informasi, komunikasi, dan teknologi menyebabkan semakin meningkatnya fenomena
perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pasar bebas, kemampuan bersaing,
serta penguasaan dan teknologi menjadi semakin penting untuk kemajuan suatu
bangsa. Sumberdaya alam yang makin terbatas tidak dapat lagi menjadi tumpuan
modal karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik
ke modal intelektual, pengetahuan, sosial, dan kredibilitas. Pada abad
pengetahuan ini diperlukan masyarakat yang berpengetahuan yang diperoleh dengan
cara belajar sepanjang hayat. Sifat pengetahuan dan ketrampilan yang hams dikuasai
masyarakat sangat beragam dan harus berkualitas sehingga diperlukan kurikulum
yang mendorong untuk meningkatkan kemampuan metakognitif dan kemampuan berpikir
dan belajar dalam mengakses, memilih, menuai pengetahuan, dan mengatasi situasi
yang membingungkan dan penuh ketidakpastian.
e.
Menyongsong tantangan teknologi
informasi dan komunikasi
Revolusi dalam teknologi informasi dan komunikasi
merupakan tantangan fundamental yang dapat mengubah masyarakat biasa ke dalam
masyarakat informasi dan masyarakat pengetahuan. Teknologi informasi dan
komunikasi berpotensi untuk menyediakan kemudahan belajar elektronik atau
belajar dengan kabel on-line yang mempermudah akses ke dalam informasi dan ilmu
pengetahuan baru yang tidak tertulis dalam kurikulum. Oleh karena itu
diperlukan kurikulum yang luwes dan adaptif terhadap berbagai pengetahuan baru
sesuai keadaan zaman.
f.
Mengembangkan
ketrampilan hidup
Pendidikan perlu menyiapkan peserta didik agar
mampu mengembangkan ketrampilan hidup untuk menghadapi tantangan hidup yang
terjadi di masyarakatnya. Beberapa aspek utama ketrampilan hidup antara lain
kerumahtanggaan, pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi kesadaran diri,
menghindari stress membuat keputusan, berpikir kreatif hubungan interpersonal
dan pemahaman tentang berbagai bentuk pekerjaan serta kemampuan vokasional
disertai sikap positif terhadap kerja. Oleh karena itu, dalam kurikulum perlu
dimasukan ketrampilan hidup agar peserta didik memiliki kemampuan bersikap dan
berperilaku adaptif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan
sehari-hari secara efektif.
g.
Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke
dalam kurikuler
Kurikulum perlu memuat dan mengintegrasikan
pengetahuan dan sikap tentang budi pekerti, hak asasi manusia, pariwisata,
lingkungan hidup dan kependudukan, kehutanan, home-industry/economic,
pencegahan kosumerisme, pencegahan HIV/AIDS, penangkalan penyalahgunaan
narkoba, perdamaian, demokrasi, dan peningkatan konsensus pada nilai-nilai
Universal. Pengintegrasian ünsur-unsur tersebut perlu disesuaikan dengan sifat
mata pelajaran pokok yang relevan dengan perkembangari kemampuan peserta didik.
h. Pendidikan alternatif
Pendidikan tidak hanya terjadi secara formal di
sekolah tetapi juga harus terjadi di mana saja. Hal ini sangat penting terutama
dalam rangka mencapai universahisasi dan demokratisasi pendidikan. Pendidikan
altematif meliputi, antara lain pendidikan non-formal, pendidikan terbuka,
pendidikan jarak jauh, sistem lain yang lentur yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau organsisasi non-pemerintah.
i.
Berpusat pada anak sebagai pengembang
pengetahuan
Upaya untuk memandirikan peserta didik untuk
belajar, berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, dan penilaian
diri untuk suatu repleksi akan mendorong mereka untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung
secara lebih efektif. Dalam hal ini, peran utama guru adalah sebagal
fasilitator belajar.
j.
Pendidikan
multikultural dan multibahasa
Indonesia terdiri atas masyarakat dengan beragam
budaya, bahasa, dan agama. Implikasi dan hal tersebut yaitu bahwa dalam
pendidikan perlu menerapkan metodik yang produktif dan kontekstual untuk
mengakomodasikan sifat dan sikap masyarakat pluralistik dalam kerangka
pembentukan jati diri bangsa.
k. Penilaian berkelanjutan dan
komprehensif
Kurikulum harus menanggapi kebutuhan belajar
peserta didik untuk mengetahui hasil belajarnya. Hasil belajar dipandang
sebagai umpan balik untuk perbaikan lebih lanjut terhadap segala kekurangan dan
kelebihan peserta didik selama belajar dalam kurun waktu tertentu. Oleh
karenanya penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam
dunia pendidikan. Hasil dari suatu penilaian umumnya tergantung pada
identifikasi jenis dan alat penilaian yang digunakan serta tujuan, criteria
penilaian, dan Interprestasi hasil. Relevansi, reliabilitas dan vailditas
penilaian merupakan prosedur yang menentukan kualitas umpan balik. Penilaian
berkelanjutan mengacu kepada penilaian yang dilaksanakan oleh guru itu sendiri
dengan proses penilaian yang dilakukan secara transparan. Penilaian harus
dilakukan secara komprehensif yang mencnkup aspek kompentensi akademik dan
ketrampilan hidup.
l.
Pendidikan
sepanjang hayat
Pendidikan harus berlanjut sepanjang hidup manusa
dalam rangka untuk mengembangkan, menambah kesadaran, dan selalu belajar
tentang dunia yang berubah dalam segala bidang. Dengan demikian, kerusakan dan
keusangan pengetahuan dapat dihindari. Dalam hal ini, kurikulum harus
menyediakan kompetensi dan materi yang berguna bagi peserta didik bukan hanya
untuk kepentingannya di masa sekarang, tetapi juga kepentingannya di masa yang
akan datang dengan memberikan fondasi yang kuat untuk inkuiri dan memecahkan
masalah yang merupakan titik awal untuk menguasai cara berpikir bagaimana
berpikir dan belajar sepanjang hidupnya.
2. Model
kurikulum yang relevan untuk masa depan
Banyak perubahan sosial yang diramal o!eh John
Naisbit terjadi (Miller dan Seller, 1985:341). Maraknya implementasi
disentralisasi, semakin sensitifnya masyarakat dengan masalah-masalah global,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat merupakan
kenyataan dewasa ini yang memberikan dampak bagi pengembangan dan pelaksanaan
proses pendidikan, khususnya dalam menentukan model kurikulum yang digunakan.
Dengan kata lain, model kurikulum yang bagaimanakah yang sesuai untuk
menyosngsong masa depan dalam era otonomi, merupakan pertanyaan yang perlu
dijawab secara cermat dan bijak.
Miller dan Seder (1985) menekankan perlunya
Bahasa lnggris, Matematika, dan Ilmu-ilmu sosial bagi siswa sekolah menengah
untuk memasuki abad global. Di samping itu, kurikulum harus menyediakan
sejuiniah alternatif yang mencerminkan inisiatif lokal. Kurikulum yang seperti
itu, secara konseptual, disebut model kurikulum rekonstruksi sosial, yang
menurut Sukmadinata (1997: 91) merupakan kurikulum yang lebih memusatkan
perhatian ada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Menurut mereka
pendidikan bukan upaya sendiri melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerjasama.
Kerjasama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi
juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungannya, dan
dengan sumber belajar lainnya. Melalul interaksi dan kerjasama ini siswa
berusaha memecahkan problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Ciri
dari model kurikulum rekonstruksi sosial sebagai berikut:
a. Tujuan utama kurikulum ini ialah mengahadapkan para siswa pada
tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia. Tantangan-tangan tersebut merupakan garapan studi sosial yang perlu
didekati dan bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, psikologi,
estetika, IPA, dan matematika.
b. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
Masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan, sebagai misal : dapatkah
kehidupan seperti sekarang ini memberikan kekuatan untuk menghadapi ancaman
yang mengganggu integritas kemanusiaan?
c. Pola organisasi kurikulum disusun seperti
sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang
menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dan tema utama dijabarkan
sejuiniah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan,
kunjungan dan lain-lain.
Model kurikulum reskonstruksi sosial
dapat digambarkan sebagai berikut:
Model kurikulum rekonstruksi sosial, menurut para ahli kurikulum, merupakan kurikulum yang berorientasi ke masa depan dan menyarankan agar isi kurikulum dipusatkan pada penggalian sumber-sumber alam dan bukan alam, populasi, kesejahteraan masyarakat, masalah air, akibat pertumbuhan penduduk, ketidakseragaman pemanfaatan sumber-sumber alam, dan lain-lain.
F.
Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh
setiap kelompok atau setiap satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervise
Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar, dan Dinas Provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu
pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun
oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah.
Penyusunan kurikulum untuk pendidikan khusus, selain mengacu kepada acuan
tersebut, juga penyusunannya dalakukan di provinsi.
G.
Rencana dan Program Implementasi
Kurikulum
1.
Pengertian Rencana dan Program
Implementasi Kurikulum
Rencana ialah blueprint atau gambaran awal dari
apa yang akan dilaksanakan. Kaitannya dengan program implementasi kurikulum, perencanaan
kurikulum dapat digunakan urituk mengdentifikasi kesulitan-kesulitan yang
potensial serta untuk menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul.
Adapun program implementasi kurikulum merupakan rencana pelaksanaan dari
kurikulum tertentu.
2. Komponen-komponen rencana
Implementasi kurikulum
Terdapat tujuh komponen utama dalam rencana
implementasi kurikulum (Miller dart Seller, 1985:276), yakni sebagai berikut.
Mengkaji program baru.
Perencanaan awal dari implementasi menentukan
kajian terhadap program-progtam baru. Kajian ini dapat dilakukan di tingkat
kabupaten yang dipandu oleh panitia perencana. Faktor yang perlu diperhatikan
ialah apakah usulan program berasal dari dalam atau luar sistem sekolah.
Identifikasl sumber-sumber.
Identifikasi sumber dapat dilakukan pada tiga
bidang, yakni: (1) sumber tercetak dan dari pandang-dengar, sebagai misal:
buku-buku teks, bahan-bahan mengajar, (2) manusia sumber, sebagal misal: para
konsultan, dan (3) sumber keuangan. Sebelum menerapkan program baru di kelas,
guru harus diberi kesempatan untuk menguji materi-materi sumber dan
merekomendasi kelayakannya untuk dipakai. Di samping itu materi, manusia sumbet
diperlukan untuk membantu guru mengatasi persoalan yang mungkin timbul. Adapun
sumber keuangan diperlukan karena implementasi program baru selalu memerlukan
biaya sebagai missal : pemberian buku-buku teks, bahan-bahan baru untuk
pembelajaran, dan sebagainya.
Menetapkan peran.
Penetapan peran
perlu dilakukan agar tidak teajadl tumpang-tindih tugas pada satu orang. Sebagai missal kepala sekolah dapat diberi tugas mengkoordinasikan
kegiatan implementasi antara sekolah sementara tugas mendistribusikan kuesioner
yang terkait dengan kemajuan implementasi dapat dlberikan kepada personal
tertentu. Perlu dicatat, bahwa kepala sekolah yang sering mendiskusikan
persolan implementasi dan program-program baru dengan guru-guru, baik dalam
satu pertemuan maupun secara pribadi, serta membantu mereka mengatasi masalah
pada umumnya lebih sukses dari pada kepala sekolah yang tidak aktif pada
kegiatan tersebut.
Pengembangan. profesional.
Implementasi program baru memiliki dampak pada
pengembangan professional. Sebagal misal: Inplementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) menuntut guru untuk banyak membaca hal-hal baru yang terkait
dengan KBK. Dengan kata lain, diluncurkannya program baru menuntut guru untuk
mengkajinya lebih jauh sehingga kemampuan profesionalnya meningkat.
Penjadwalan.
Penjadwalan diperlukan untuk menetapkan kapan
kemajuan implementasi dapat dinilai Menyiapkan jadwal implementasi memerlukan
analisis yang cermat terhadap program baru dan kebutuhan guru dalam
lmplementasi tersebut. Jadwal akan menjadi jadwal yang efektif jika disusun
berdasar basil diskusi semua kelompok yang terlibat dalam program implementasi.
Membangun sistem komunikasi.
Arus Informasi dan pertemuan atau kontak yang
dibangun melalul system komunikasi dapat membantu mengurangi perasaan terasing
dan pihak-pihak terkait selama implementasi. Bagi guru, kesempatan untuk
berbicara satu sama lain tentang program-program baru dapat mengingatkan mereka
bahwa mereka tidak sendiran dalam implementasi itu. Melalui sistem komunlkasi
seorang guru yang memerlukan bantuan dapat segera dibantu oleh rekan sejawat.
Rencana untuk sistem komunikasi dimulai dengan identifikasi tentang informasi
apa yang akan dlperlukan, siapa yang àkan menggunakannya, dan kapan akan
digunakan.
Pemantauan pelaksanaan.
Tujuan dari pemantauan ialah untuk mengumpulkan
informasi yang terkait dengan implementasi dan menggunakan informasi itu untuk
menfasilitasi dan membantu upaya guru. Arus informasi, didukung system komunikasi akan memberikan gambaran tentang
kemajuan Implementasi. Melalui pemantauan, keputusan tentang kegiatan yang
penting dapat dibuat, untuk mendukung implementasi dan kemungkinan perubahan
dalam program-program baru.
3. Model-model lmplementasi Kurikulum
Memahami model-model Implementasi kurikulum
memungkinkan para pekerja kurikulum untuk mengidentifikasi kesulitah dalam
implementasi dan untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan tetsebut. Menurut Miller dan Seller (1985: 249), paling
tidak ada tiga model lmplementasl kurikulum yang akomodatif terhadap persoalan
yang muncul di lapangan. Model-model tersebut ialah:
a.
Concern-Based Adoption Model (CBAM)
Model mi dikembangkan oleh Hall dan Loucks
(1978), menekankan pada ldentifikasi level yang bervariasi tentang perhatian
guru terhadap inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di ruang kelas.
b.
The Innovation Profile Model
Model mi dikembangkan oleh Leithwood (1982),
memungkinkan guru dan pekerja kurikulum untuk mengembangkan satu profile
tentang hambatan dalam melakukan perubahan sehingga guru dapat mengatasi
hambatan tersebut.
c.
TORI Model (Trust, Openness,
Reallization dan Independency)
Model ini dikembangkan oleh Gibb’s (1978)
memusatkan pada perubahan pribadi dan sosial. Model ini memberikan satu skala
untuk membantu guru mengidentifikasi sejauh mana sikap reseptive sekolah
terhadap implementasi gagasan inovatif serta memberikan panduan bagaimana
menfasilitasi perubahan.
Di antara tiga model tersebut, model Innovation
Profile tampak paling fieksible untuk implementasi gagasan-gagasan inovatif
dalam kurikulum oleh karenanya model ini perlu dijelaskan lebih jauh bagaimana
cara implementasinya.
Gambar 1: Strategi untuk implementasi
Inovasi Kurikulum (Adaptasi dari
Miller & Seller 1985: 265)
Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana model Innovation Profile membagi proses implementasi menjadi enam tugas. Enam tugas utama dibagi lagi menjadi dua fase: tugas 1-3 yang merupakan fase diagnosis dan tugas 4-6 yang merupakan fase aplikasi. Dua bentuk evaluasi digunakan untuk mengukur apakah strategi yang digunakan berhasil.
Diagnosis. Untuk melengkapi
tiga jenis kegiatan diagnostik, kajian yang mendalam terhadap program baru
pertu dilakukan. untuk membantu mengidentifikasi elemen-elemen yang penting,
program harus dljelaskan dalam kaitannya dengan serangkaian kriteria, yakni:
(1) pemikiran yang menjadi dasar diterapkannya program baru, (2) hasil belajar
yang diharapkan, (3) perilaku masukan, (4) isi pelajaran, (5) bahan
pembelajaran, (6) strategi pembelajaran, (7) pengalaman belajar, (8) waktu, (9)
alat dan prosedur penilaian.
ApIikasi. Ketika pengujian
dan analisis awal telah dilakukan, langkah berikut ialah imptementasi. Pada
fase ihi, dipusatkan pada praktek di ruang kelas. Tujuannya ialah untuk
menfasilitasi perubahan-perubahan dalam praktek yang dianjurkan oleh program
baru.
Evaluasi. Kegiatan evaluasi
dilakukan berdasar kriteria yang dikembangkan pada kegiatan awal. Tujuan
evaluasi formatif ialah untuk melihat apakah hambatah-hambatan yang muncul
dapat diatasi, evaluasi sumatif terhadap inovasi dilakukan untuk memastikan
apakah sebagian besar kendala telah dapat diatasi.
4. Kendala
dalam implementasi kurikulum
Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan
dalam rangka otonomi berhadapan dengan beberapa kendala. Menurut Sukmadinata
(1997:2001), kendalä tersebut ialah: (1) tidak adanya keseragaman, oleh karena
itu untuk daerah dan situasi yang memerlukan keseragaman dan persatuan dan
kesatuan nasional, kurikulum ini sulit diterapkan (2) tidak adanya standard
penilaian yang sama, sehingga sukar untuk memperbandingkan keadaan dan kemajuan
suatu sekolah/distrik dengan sekolah/distrik lain, (3) adanya kesulitan bila
terjadi perpindahäh siswa ke sekolah/distrik lain, (4) sukar untuk melakukan
pengelotaan dan penilaian secara nasional, (5) belum semua sekolah/distrik
memiliki kesiapan untuk menyusun dan rnengembangkan kurikulum sendiri.
Kendala tersebut di
atas dapat diatasi dengan lebih banyak melibatkan guru. Guru dilibatkan bukan
dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/caturwulan atau
satuan pelajaran, tetapi juga untuk menyusun kurikulum menyeluruh di
sekolahnya. Jika sejak awal guru dilibatkan dalam penyusunan kurikulum, mereka
akan memahami benar substansi kutikulum dan cara implementasinya secara tepat.
1.
Implementasi dan evaluasi kurikulum
Untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi
kurikulum, perlu dilakukan evatuasi. Miller dan Seller (1985: 329) menegaskan
bahwa evaluasi kurikulum perlu dilakukan untuk méndapatkan informasi yang
digunakan untuk perbaikan-perbaikan di sekolah. Dengan demikian, evaluasi
memiliki peran untuk menentukan apakah suatu kurikulum perlu diteruskan atau
dihentikan. Sukmadinata (1997: 180) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum minimal
berkenaan dengan tiga hal, yakni: (1) moral judgment, (2) penentuan keputusan,
(3) konsensus nilai.
Evaluasi kurikulum
dan moral judgment. Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil
dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan
selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama evaluasi berisi suatu
skala nilai moral, berdasarkan skala tesebut suatu obyek evaluasi dapat
dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan
kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai.
Evaluasi dan
penilalan keputusan. Pengambil keputusan dalam pendidikan dah kurikulum itu
banyak, ada guru, orang-tua, murid, kepala sekolah, pengembang kurikulum,
birokrat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seterusnya. Lalu siapa
diantara mereka yang memiliki peran paling menentukan. Pada dasarnya tiap
kelompok di atas memiliki peran sesuai posisi masing-masing. Besar kecilnya
peranan keputusan sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab masing-masing serta
lingkup masalah yang dihadapinya.
Evaluasi dan
konsesus nilai. Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan
evaluasi kurikulum sejumlah nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut
berpartisipasi. Masing-masing dari mereka memiliki sudut pandang yang mungkin
berbeda, kepentingan-kepentingan nilai serta pengalaman tersendiri. Kesatuan
penilaian dapat dicapai melalui suatu konsensus.
H.
Prinsip-prinsip Pengembangan KTSP
KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan
dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok
atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan
supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk
pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang
disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus
dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman
pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan
kurikulum yang disusun oleh BSNP .
Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip: (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya, (2) Beragam dan terpadu, (3) Tanggap terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) Relevan dengan kebutuhan
kehidupan, (5) Menyeluruh dan berkesinambungan, (6) Belajar sepanjang
hayat, (7) Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
0 comments:
Posting Komentar