Mengingat
peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan
efisiensi pendidikan, maka pengembangan profesionalisasi guru merupakan
kebutuhan. Benar bahwa mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru,
melainkan oleh mutu masukan (siswa), sarana, manajemen, dan faktor-faktor
eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami kemajuan dalam
belajarnya, banyak tergantung kepada kepiawaian guru dalam membelajarkan siswa.
A. Hakekat
Pembinaan dan Pengembangan Profesional
Pembinaan
dan pengembangan profesionalisasi guru dan staf sekolah dilakukan berdasarkan
kebutuhan institusi, kelompok, maupun individu guru dan staf sendiri. Dari
perspektif institusi, pengembangan guru dan staf dimaksudkan untuk merangsang,
memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah
keorganisasian. Selanjutnya dikatakan juga bahwa pengembangan guru berdasarkan
kebutuhan institusi adalah penting, namun hal yang lebih penting adalah
berdasar kebutuhan individu guru dan staf untuk menjalani proses
profesionalisasi. Karena substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu
berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu, guru dituntut untuk
selalu meningkatkan kompetensinya.
Profesi
keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Sejalan dengan itu, jelas kiranya bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan
mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian
secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru (pendidik)
merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif
saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan
pendidikan, yaitu:
(1) perkembangan IPTEK,
(2) persaingan global bagi lulusan pendidikan,
(3) otonomi daerah, dan
(4) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
(1) perkembangan IPTEK,
(2) persaingan global bagi lulusan pendidikan,
(3) otonomi daerah, dan
(4) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Perkembangan
IPTEK yang cepat, menuntut setiap guru dihadapkan pada penguasaan hal-hal baru
berkaitan dengan materi pembelajaran atau pendukung pelaksanaan pembelajaran
seperti penggunaan internet untuk pembelajaran, program multimedia, dan lain
sebagainya.
Diberlakukannya
pasar bebas melalui NAFTA mengindikasikan bahwa setiap lulusan pendidikan di
Indonesia akan dipersaingkan dengan lulusan dari sekolah-sekolah yang berada di
Asia. Kondisi ini semakin memaksa guru untuk segera dan dengan cepat memiliki
kualifikasi dan meningkatkannya untuk nantinya bisa menghasilkan lulusan yang
kompeten.
Kebijakan
otonomi daerah telah memberikan perubahan yang mendasar terhadap berbagai
sektor pemerintahan, termasuk dalam pendidikan. Pengelolaan pendidikan secara
terdesentralisasi akan semakin mendekatkan pendidikan kepada stakeholders pendidikan di daerah dan
karena itu maka guru semakin dituntut untuk menjabarkan keinginan dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan melalui kompetensi yang
dimilikinya.
Pencanangan
implementasi KTSP menunjukkan bahwa kualifikasi profesionalisme harus
benar-benar dimiliki oleh setiap guru apabila menginginkan lulusan yang
memiliki kompetensi sebagaimana diharapkan.
Lebih
khusus lagi, Sanusi et.al (1991:24) mengajukan enam asumsi yang melandasi
perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, yang dapat dikembangkan segala potensinya: sementara itu pendidikan dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi di mana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik, dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, yang dapat dikembangkan segala potensinya: sementara itu pendidikan dilandasi nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2. Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi di mana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik, dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
B. Prinsip-prinsip
Pembinaan dan Pengembangan Personil Sekolah
Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pengembangan SDM
pendidikan, yaitu:
1. Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan (baik untuk tenaga struktural, fungsional, maupun teknis)
2. Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan profesional dan untuk teknis pelaksanaan tugas harian sesuai posisi masing-masing.
3. Dilaksanakan untuk mendorong meningkatnya kontribusi setiap individu terhadap organisasi pendidikan
4. Dirintis dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan/posisi
5. Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja, dan ketahanan organisasi pendidikan.
6. Pengembangan yang menyangkut jenjang karier sebaiknya disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis tenaga kependidikan itu sendiri.
1. Dilakukan untuk semua jenis tenaga kependidikan (baik untuk tenaga struktural, fungsional, maupun teknis)
2. Berorientasi pada perubahan tingkah laku dalam rangka peningkatan kemampuan profesional dan untuk teknis pelaksanaan tugas harian sesuai posisi masing-masing.
3. Dilaksanakan untuk mendorong meningkatnya kontribusi setiap individu terhadap organisasi pendidikan
4. Dirintis dan diarahkan untuk mendidik dan melatih seseorang sebelum maupun sesudah menduduki jabatan/posisi
5. Dirancang untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dalam jabatan, pengembangan profesi, pemecahan masalah, kegiatan-kegiatan remedial, pemeliharaan motivasi kerja, dan ketahanan organisasi pendidikan.
6. Pengembangan yang menyangkut jenjang karier sebaiknya disesuaikan dengan kategori masing-masing jenis tenaga kependidikan itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa pengembangan SDM Pendidikan hendaknya didasari prinsip berikut:
1. Pengembangan SDM di lingkungan organisasi/institusi merupakan kebutuhan sesuai dengan dinamika internal dan tuntutan external organisasi.
2. Pengembangan SDM di lingkungan dunia kerja harus dilakukan by design sesuai dengan perencanaan pengembangan organisasi, dan tidak dilakukan hanya semata-mata atas pertimbangan individu (personal interest) pegawai ybs.
C. Prosedur
Pengembangan SDM Pendidikan
Seperti
telah dikemukakan pada bagian awal bahan ajar, pengembangan SDM merupakan upaya
membantu pegawai (dalam hal ini tenaga kependidikan) secara individual
menangani tanggung jawabnya di masa kini dan pengembangannya di masa depan.
Pengembangan pegawai banyak dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Kegiatan ini bertujuan untuk
(1) menghilangkan kesenjangan kinerja pegawai yang disebabkan mereka bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkan,
(2) meningkatkan kemampuan angkatan kerja yang lentur dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi baru yang dihadapi organisasi, dan
(3) meningkatkan keterikatan (komitmen) pegawai terhadap organisasi dan membina persepsi bahwa organisasi itu tempat yang baik untuk bekerja.
Pelaksanaan pendidikan dan latihan bagi para tenaga kependidikan harus dirancang dengan sebaik-baiknya:
1. Siapa yang akan dilatih dan dikembangkan?
2. Tingkatan pembelajaran apa yang akan dilaksanakan (materi,kurikulum)?
3. Prinsip pembelajaran apa yang diterapkan (metodologi)?
4. Fasilitas dan alat apa yang diperlukan (termasuk sumber belajar)?
5. Siapa yang akan mengajarnya (nara sumber, fasilitator)?
6. Bagaimana menilai keberhasilannya (evaluasi)?
7. Di mana kegiatan itu dilaksanakan?
Pengembangan pegawai banyak dilakukan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Kegiatan ini bertujuan untuk
(1) menghilangkan kesenjangan kinerja pegawai yang disebabkan mereka bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkan,
(2) meningkatkan kemampuan angkatan kerja yang lentur dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi baru yang dihadapi organisasi, dan
(3) meningkatkan keterikatan (komitmen) pegawai terhadap organisasi dan membina persepsi bahwa organisasi itu tempat yang baik untuk bekerja.
Pelaksanaan pendidikan dan latihan bagi para tenaga kependidikan harus dirancang dengan sebaik-baiknya:
1. Siapa yang akan dilatih dan dikembangkan?
2. Tingkatan pembelajaran apa yang akan dilaksanakan (materi,kurikulum)?
3. Prinsip pembelajaran apa yang diterapkan (metodologi)?
4. Fasilitas dan alat apa yang diperlukan (termasuk sumber belajar)?
5. Siapa yang akan mengajarnya (nara sumber, fasilitator)?
6. Bagaimana menilai keberhasilannya (evaluasi)?
7. Di mana kegiatan itu dilaksanakan?
Disamping
itu secara kelembagaan penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan
memerlukan dukungan biaya dan kesungguhan dalam melaksanakannya.
Model di
atas merupakan model umum yang dapat diterapkan dalam pembinaan dan peningkatan
kemampuan professional guru. Model di atas menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan
dimulai dari hasil analisis kebutuhan pelatihan. Analisis kebutuhan adalah
kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui secara nyata kekurangan atau
kesenjangan kemampuhan yang dirasakan guru-guru. Hal yang menjadi permasalahan
guru dapat dipelajari dari forum kelompok kerja guru (KKG) atau musyawarah guru
mata pelajaran (MGMP), bahkan bisa diperoleh dari hasil supervisi para
pengawas. Atau dapat pula dilakukan dengan melakukan kajian kebutuhan pelatihan
melalui instrument khusus yang disiapkan. Masalah-masalah yang dihadapi guru,
tentu saja yang berkaitan dengan tugas profesinya, diklasifikasikan dan
ditetapkan prioritasnya.
Langkah
selanjutnya adalah merumuskan tujuan pelatihan yang mengakomodasi kebutuhan
pelatihan. Dalam merumuskan tujuan sudah terantisipasi bahwa pabila tujuan
tersebut tercapai, maka permasalahan kebutuhan guru untuk melayani pembelajaran
dapat diperbaiki. Rumusan tujuan yang jelas akan menggambarkan bahan pelatihan
apa yang perlu disusun, sehingga apabila bahan tersebut dipelajarai dan dapat
dikuasai oleh peserta pelatihan, maka diyakini tujuan pelatihan tercapai.
Sejalan dengan penyusunan bahan pelatihan, perlu dirumuskan alat evaluasi untuk
mengukur ketercapaian tujuan pelatihan. Oleh karena bahan ajar pelatihan
disusun dengan mempertimbangkan tujuan pelatihan, maka dengan sendirinya alat
evaluasi yang disusun pun mengukur penguasaan materi pelatihan oleh peserta
pelatihan. Jika dianggap perlu, alat ini dapat digunakan sebagai pre-test dan
post-test.
Kegiatan
pelatihan akan efektif apabila peserta pelatihan melakukan kegiatan dan tugas
belajar sesuai dengan bahan dan tujuan pelatihan.
Temuan empirik menunjukkan bahwa proses belajar-mengajar yang efektif menggunakan metode yang variatif sesuai dengan azas pembelajaran orang dewasa dengan dukungan bahan ajar yang jelas dan fasilitas yang memadai.
Temuan empirik menunjukkan bahwa proses belajar-mengajar yang efektif menggunakan metode yang variatif sesuai dengan azas pembelajaran orang dewasa dengan dukungan bahan ajar yang jelas dan fasilitas yang memadai.
Pelatihan
guru yang selama ini dilakukan menunjukkan masih terdapatnya beberapa kelemahan
seperti dilaporkan dalam berbagai sumber.
Pertama, pelatihan seringkali diikuti oleh peserta dalam jumlah besar sehingga tidak ada peluang untuk melakukan diskusi mendalam, pemecahan masalah, simulasi dan praktek.
Kedua, bahan pelatihan terlalu padat dalam rentang waktu yang relative singkat. Pelatihan seringkali dimulai pagi hari sampai larut malam, sehingga kesempatan untuk mengkaji ulang bahan tidak tersedia.
Ketiga, pelatih kurang memiliki pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan. Keempat, fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan hasil pelatihan tidak tersedia dan guru-guru kurang mendapat bantuan professional pada saat melaksanakan hasil-hasil pelatihan. Pelatihan guru dalam bentuk in-hause training mulai banyak dilaksanakan, karena dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang selama ini terjadi dalam pelaksanaan pelatihan.
Pertama, pelatihan seringkali diikuti oleh peserta dalam jumlah besar sehingga tidak ada peluang untuk melakukan diskusi mendalam, pemecahan masalah, simulasi dan praktek.
Kedua, bahan pelatihan terlalu padat dalam rentang waktu yang relative singkat. Pelatihan seringkali dimulai pagi hari sampai larut malam, sehingga kesempatan untuk mengkaji ulang bahan tidak tersedia.
Ketiga, pelatih kurang memiliki pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan. Keempat, fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan hasil pelatihan tidak tersedia dan guru-guru kurang mendapat bantuan professional pada saat melaksanakan hasil-hasil pelatihan. Pelatihan guru dalam bentuk in-hause training mulai banyak dilaksanakan, karena dapat mengatasi kekurangan-kekurangan yang selama ini terjadi dalam pelaksanaan pelatihan.
Pembinaan dan pengembangan pegawai dapat dilakukan secara menyatu dengan manajemen sekolah secara integral. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam organisasi pada hakekatnya mempersoalkan upaya untuk pemberdayaan seluruh potensi organisasi dalam rangka mencapai produktivitas yang setinggi-tingginya. Dalam konsep tersebut termasuk upaya efisiensi dan efektivitas. Efisiensi menyangkut pemanfaatan input sebaik-baiknya untuk melayani operasi proses secara proporsional. Efektivitas menyangkut ketercapaian sasaran atau target-target yang ditetapkan. Besaran perbandingan antara input dan output menggambarkan index produktivitas.
Adalah
sangat rasional apabila para pimpinan atau manajer pada tingkat apapun memiliki
pemikiran untuk meningkatkan efisiensi setinggi-tingginya untuk menghasilkan
output yang sebesar-besarnya. Akan tetapi perlu diwaspadai jangan sampai
terjadi upaya peningkatan efisiensi menjadi penyebab bagi rendahnya mutu dan
menurunnya jumlah produk.
1.
Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan
dalam konteks sumber daya manusia dimaksudkan upaya yang dilakukan (terutama
oleh pimpinan) untuk meningkatkan daya dukung pegawai terhadap organisasi,
melalui peningkatan kemampuan, kinerja serta komitmen.
2.
Manfaat Pemberdayaan.
Pemberdayaan
seperti pengertian yang dimaksudkan di atas sangat penting dilakukan dalam
organisasi apapun. Pembangunan dan kemajuan yang dicapai oleh organisasi pada
dasarnya bersifat akumulatif dan berkelanjutan. Ini mengandung arti bahwa
segala sesuatu yang telah dicapai sebelumnya merupakan modal lanjutan bagi
pengembangan lanjut. Dengan kata lain, apabila terjadi upaya pemberdayaan dalam
berbagai bentuk potensi organisasi, maka akan terjadi penghematan. Di samping
itu, kondisi tersebut dapat mempercepat proses pengembangan organisasi, yang
disebabkan oleh terjadinya akumulasi potensi yang dimilki organisasi. Pemberdayaan
potensi SDM memiliki “opportunity cost” dan “opportunity ussage”. Hal ini
dimungkinkan karena sumberdaya yang telah ada memiliki durasi pelayanan yang
lama dan manfaat yang besar, sedangkan biaya pengadaan pegawai baru dapat
digunakan untuk pengembangan program lain, di samping meneruskan
program-program pengembangan yang telah ada.
3.
Hakekat dan Asumsi Pemberdayaan
Pemberdayaan
potensi SDM, demikian pula potensi lainnya, merupakan tuntutan mutlak apabila
organisasi ingin menampilkan kinerja yang sehat. Organisasi yang sehat adalah
organisasi yang memiliki kemampuan untuk memahami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, serta mampu melihat tantangan dan
memperhitungkan peluang yang ada. Kemampuan ini akan melahirkan potret posisi
organisasi. Dalam kondisi tersebut, organisasi akan mampu mengembangkan
visinya, merumuskan program-program stratejik, mengembangkan cara-cara yang
tepat untuk melaksanakannya disertai pengendalian yang berfungsi diagnostik dan
evaluatif. Oleh karena itu pemberdayaan SDM merupakan bagian dari budaya
manajemen stratejik. Pemberdayaan SDM dapat meningkatkan kinerja organisasi,
kesehatan organisasi, efisiensi, dan percepatan pengembangan organisasi.
4.
Bentuk-bentuk Pemberdayaan SDM
Pertama,
membudayakan praktek manajemen stratejik. Analisis lingkungan internal
organisasi (kekuatan dan kelemahan) dan analisis lingkungan external (tantangan
dan peluang) yang dilakukan dengan benar memungkinkan diketahuinya posisi
lembaga pada saat ini. Dengan cara demikian dengan sendirinya dapat diketahui
kondisi-kondisi SDM saat ini dihubungkan dengan dukungannya terhadap
program-program yang akan dikembangkan di masa depan.
Kedua,
menyusun program-program berdasarkan hasil “need assessment”, di mana dapat
diketahui kegiatan-kegiatan mana yang perlu ditetapkan untuk meningkatkan
kinerja lembaga. Dengan cara seperti ini kebutuhan sumber pendukung seperti
biaya, alat/fasilitas, dan teknologi dapat diidentifikasi dan disusun lebih
teliti. Tata kerja seperti itu pada dasarnya mensejalankan antara “programming” dan “resourcing”.
Ketiga,
Merumuskan spesifikasi pelayanan yang ada, dan menterjemahkannya kepada
tuntutan SDM. Cara seperti ini memungkinkan dilakukannya “human resource
sharing” di antara unit-unit kerja yang ada. Dalam pelaksanaannya diperlukan
koordinasi dan kerjasama. Kesamaan visi di antara pimpinan unit-unit kerja
sangat diperlukan untuk menghindari adanya kultus kepentingan. Organisasi
sebagai sistem terdiri dari berbagai komponen/bagian yang saling berkaitan. Siatem
hanya akan berfungsi secara efektif apabila di antara masing-masing unsur dapat
saling membangun sinerjik yang harmonis, termasuk dalam resource sharing.”
Keempat,
Meningkatkan tingkat kepuasan pegawai. Cara seperti ini diwujudkan melalui
penciptaan budaya kerja yang melahirkan sistem pengawasan suportif, evaluasi
kinerja yang obyektif bagi pengembangan karir dan renumerasi, penciptaan mutu
lingkungan kerja yang kondusif, sistem “reward and funishment” yang diterapkan
secara konsisten, dan kegiaqtan swejenisnya.
Kelima,
melakukan audit kinerja. Audit kinerja dapat dilakukan oleh pimpinan masing-masing
unit kerja. Audit dapat dilakukan pada kinerja individual, kelompok yang
mengerjakan satuan tugas, dan unit kerja secara utuh. Hal ini dapat dilakukan
apabila deskripsi tugas dan target-target pencapaiannya dirumuskan dengan
jelas.
Keenam,
mempraktekan gugus kendali mutu untuk meningkatkan tanggung jawab bersama dan
rasa memiliki di antara anggota organisasi. Praktek ini dimungkinkan apabila
gagasan pengendalian mutu menyeluruh difahami, di mana pegawai telah terbiasa
mengidentifikasi masalah yang dihadapinya dan terlibat dalam memecahkan
persoalan tersebut.
Kegiatan
yang banyak dilakukan untuk memberdayakan pegawai adalah melalui pendidikan dan
pelatihan (pelatihan dan pengembangan) yang kan dibahas dalam bagian khusus di
bawah ini
D. Model
Pengembangan Guru
Banyak cara
yang dilakukan oleh guru untuk menyesuaikan dengan perubahan, baik itu secara
perorangan, kelompok, atau dalam satu sistem yang diatur oleh lembaga. Mulyasa
(2003:43) menyebutkan bahwa pengembangan guru dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training. Sementara Castetter
menyampaikan lima model pengembangan untuk guru seperti pada tabel berikut:
Tabel 1
Model Pengembangan
Guru
Model
Pengembangan Guru
|
Keterangan
|
Individual Guided Staff Development
(Pengembangan Guru yang Dipadu secara Individual)
|
Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan
mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus
dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari
kebutuhan mereka.
|
Observation/Assessment
(Observasi atau Penilaian)
|
Observasi dan penilaian dari instruksi menyediakan guru
dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis untuk tujuan peningkatan
belajar siswa. Refleksi oleh guru pada prakteknya dapat ditingkatkan oleh
observasi lainnya.
|
Involvement in a development/ Improvement Process
(keterlibatan dalam Suatu Proses
Pengembangan/Peningkatan)
|
Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka
perlu untuk mengetahui atau perlu memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk
memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses
peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum.
|
Training (Pelatihan)
|
Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas
untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-guru dapat merubah perilaku mereka dan
belajar meniru perilaku dalam kelas mereka.
|
Inquiry (Pemeriksaan)
|
Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh
para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk
membuat praktek mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan.
|
Dari kelima model pengembangan guru di
atas, model ”training” merupakan model pengembangan yang banyak dilakukan oleh
lembaga pendidikan swasta. Pada lembaga pendidikan, cara yang populer untuk
pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service training) baik dalam rangka
penyegaran (refreshing) maupun
peningkatan kemampuan (up-grading).
Cara lain baik dilakukan sendiri-sendiri (informal) atau bersama-sama, seperti:
on the job training, workshop,
seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, dsb.
Inovasi
dalam pendidikan juga berdampak pada pengembangan guru. Beberapa model pengembangan
guru sengaja dirancang untuk menghadapi pembaharuan pendidikan. Candall
mengemukakan model-model efektif pengembangan kemampuan profesional guru,
yaitu: model mentoring, model ilmu terapan atau model ”dari teori ke praktek”,
dan model inquiry atau model reflektif. Model mentoring adalah model dimana
berpengalaman merilis pengetahuannya atau melakukan aktivitas mentor pada guru
yang kurang berpengalaman. Model ilmu terapan berupa perpaduan antara
hasil-hasil riset yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis. Model
inquiry yaitu pendekatan yang berbasis pada guru-guru, para guru harus aktif
menjadi peneliti, seperti membaca, bertukar pendapat, melakukan observasi,
melakukan analisis kritis, dan merefleksikan pengalaman praktis mereka
sekaligus meningkatkannya.
Sedangkan
menurut Soetjipto dan Kosasi (2004:54), pengembangan sikap profesional ini
dapat dilakukan selama dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas
(dalam jabatan).
1.
Pengembangan profesional selama pendidikan prajabatan.
Dalam pendidikan
prajabatan, calon guru didik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik,
guru selalu jadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat
sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan
jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak
calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan
latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan
sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam
pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai
hasil sampingan (by product) dari
pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya
dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang
benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan
penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja
pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan
penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan kepada seluruh siswa
sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2.
Pengembangan profesional selama dalam jabatan
Pengembangan
sikap profesional tidak terhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan
prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap
profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah
disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan
mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun
secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun
publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional (2005)
menyebutkan beberapa alternatif Program Pengembangan Profesionalisme Guru,
sebagai berikut:
a.
Program
Peningkatan Kualifikasi Pendidikan Guru
Sesuai
dengan peraturan yang berlaku bahwa kualifikasi pendidikan guru adalah minimal
S1 dari program keguruan, maka masih ada guru-guru yang belum memenuhi
ketentuan tersebut. Oleh karenanya program ini diperuntukkan bagi guru yang
belum memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1 untuk mengikuti pendidikan S1
atau S2 pendidikan keguruan. Program ini berupa program kelanjutan studi dalam
bentuk tugas belajar.
b.
Program
Penyetaraan dan Sertifikasi
Program ini
diperuntukkan bagi guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya atau bukan berasal dari program pendidikan keguruan. Keadaan ini
terjadi karena sekolah mengalami keterbatasan atau kelebihan guru mata
pelajaran tertentu. Sering terjadi kualifikasi pendidikan mereka lebih tinggi
dari kualifikasi yang dituntut namun tidak sesuai, misalnya berijazah S1 tetapi
bukan kependidikan. Mereka bisa mengikuti program penyetaraan atau sertifikasi.
c.
Program
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Guru yang
memenuhi kualifikasi pendidikan saja belum cukup, diperlukan pelatihan guna
meningkatkan profesionalismenya. Program pelatihan yang diusulkan adalah
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru, yaitu mengacu kepada tuntutan
kompetensi. Selama ini pelaksanaan pelatihan bersifat parsial dan pengembangan
materi seringkali tumpang tindih, menghabiskan banyak waktu tenaga dan biaya
dan kurang efisien. Tidak jarang dalam satu tahun seorang guru mengikuti tiga
jenis pelatihan sehingga mengganggu kegiatan PBM, sebaliknya tidak sedikit guru
yang pernah mengikuti pelatihan sekalipun dalam satu tahun.
Oleh
karenanya pelatihan yang diusulkan adalah Pelatihan Terintegrasi Berbasis
Kompetensi (PTBK) yaitu pelatihan yang mengacu pada kompetensi yang akan
dicapai dan diperlukan oleh peserta didik, sehingga isi/materi pelatihan yang
akan dilatihkan merupakan gabungan/integrasi bidang-bidang ilmu sumber bahan
pelatihan yang secara utuh diperlukan untuk mencapai kompetensi (Depdiknas,
2002: 4). Kompetensi yang diharapkan oleh guru mencakup:
1)
Memiliki pemahaman
landasan dan wawasan pendidikan, terutama yang terkait dengan bidang tugasnya.
2)
Menguasai
materi pelajaran, minimal sesuai dengan cakupan materi yang tercantum dalam
profil kompetensi.
3)
Menguasai
pengelolaan pembelajaran sesuai karakteristik materi pelajaran.
4)
Menguasai
evaluasi hasil belajar dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran.
5)
Memiliki
wawasan profesi serta kepribadian sebagai guru.
d.
Program
Supervisi Pendidikan
Dalam
praktek pembelajaran di kelas masih sering ditemui guru-guru yang ditingkatkan
profesionalismenya dalam proses belajar mengajarnya. Sering ada persepsi yang
salah atau kurang tepat di mana tugas supervisor sering dimaknai sebagi tugas
untuk mencari kesalahan atau untuk mengadili guru, padahal tujuannya untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Ciri utama supervisi adalah
perubahan dalam ke arah yang lebih baik, positif proses belajar mengajar lebih
efektif dan efisien.
Dilingkungan
sekolah, supervisi mempunyai peranan cukup strategis dalam meningkatkan
prestasi kerja guru, yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi sekolah.
Dengan demikian kualitas peranan supervisi di lingkungan sekolah akan dapat
meningkatkan profesionalisme guru yang selanjutnya dapat berdampak positif
terhadap prestasi sekolah
.
.
e.
Program
Pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP adalah
suatu forum atau wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis di
sanggar maupun di masing-masing sekolah yang terdiri dari dua unsur yaitu
musyawarah dan guru mata pelajaran. Guru mata pelajaran adalah guru SMP dan SMA
Negeri atau Swasta yang mengasuh dan bertanggung jawab dalam mengelola mata
pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.
Guru
bertugas mengimplementasikan kurikulum di kelas. Dalam hal ini dituntut
kerjasama yang optimal di antara para guru. Dengan MGMP diharapkan akan
meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran yang bermutu
sesuai kebutuhan peserta didik. Wadah profesi ini sangat diperlukan dalam
memberikan kontribusi pada peningkatan keprofesionalan para anggotanya.
f.
Simposium
Guru
Selain MGMP
ada forum lain yang dapat digunakan sebagai wadah untuk saling berbagi
pengalaman dalam pemecahan masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran yaitu
simposium. Melalui forum simposium guru ini diharapkan para guru
menyebarluaskan upaya-upaya kreatif dalam pemecahan masalah. Forum ini selain
sebagai media untuk sharing
pengalaman juga berfungsi untuk kompetisi antar guru, dengan menampilkan
guru-guru yang berprestasi dalam berbagai bidang, misalnya dalam penggunaan
metode pembelajaran, hasil penelitian tindakan kelas atau penulisan karya
ilmiah.
g.
Program
pelatihan tradisional lainnya
Berbagai
program pelatihan sampai saat ini banyak dilakukan. Bentuk-bentuk pelatihan ini
sudah lama ada dan diakui cukup bernilai. Walaupun disadari bahwa seringkali
berbagai bentuk kursus/pelatihan tradisional ini seringkali tidak dapat
memenuhi kebutuhan praktis dari pekerjaan guru. Oleh karena itu, suatu
kombinasi antara materi akademis dengan pengalaman lapangan akan sangat efektif
untuk pengembangan kursus/pelatihan tradisional ini. Pelatihan ini pada umumnya
mengacu pada satu aspek khusus yang sifatnya aktual dan penting untuk diketahui
oleh para guru, misalnya: CTL, KTSP, Penelitian Tindakan Kelas, Penulisan Karya
Ilmiah, dan sebagainya.
h.
Membaca
dan menulis jurnal atau karya ilmiah
Sebagaimana
diketahui bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara
berkesinambungan diproduksi oleh individual pengarang, lembaga pendidikan
maupun lembaga-lembaga lain. Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut
tersebar dan dapat ditemui diberbagai pusat sumber belajar (perpustakaan,
internet, dan sebagainya). Walaupun artikel dalam jurnal cenderung singkat,
tetapi dapat mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru dan pandangan
untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru. Ia juga memiliki kolom
berita yang berkaitan dengan pertemuan, pameran, seminar, program pendidikan,
dan sebagainya yang mungkin menarik bagi guru.
Dengan
membaca dan memahami isi jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang
pendidikan guru dapat mengembangkan profesionalismenya. Selanjutnya dengan
meningkatnya pengetahuan seiring dengan bertambahnya pengalaman, guru
diharapkan dapat membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/media
belajar yang dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan tugasnya.
i.
Berpartisipasi
dalam Pertemuan Ilmiah
Kegiatan
ini dapat dilakukan oleh masing-masing guru secara mandiri. Yang diperlukan
adalah bagaimana memotivasi dirinya sendiri untuk berpartisipasi dalam berbagai
pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan ilmiah memberikan makna penting
untuk menjaga kemutakhiran hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru. Tujuan
utama kebanyakan konferensi atau pertemuan ilmiah adalah menyajikan berbagai
informasi dan inovasi terbaru di dalam suatu bidang tertentu.
Partisipasi
guru minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah setiap tahun akan
memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun profesionalisme guru dalam
melaksanakan tanggung jawabnya. Penyampaian makalah utama, kegiatan diskusi
kelompok kecil, pameran ilmiah, pertemuan informal untuk bertukar pikiran atau
ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk memberikan kesempatan
pada guru untuk tumbuh sebagai seorang profesional.
j.
Melakukan
penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas)
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan studi sistematik yang dilakukan guru
melalui kerjasama atau tidak dengan ahli pendidikan dalam rangka merefleksikan
dan sekaligus meningkatkan praktik pembelajaran secara terus menerus juga
merupakan startegi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru. Berbagai
kajian yang bersifat reflektif oleh guru yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan
dalam melaksanakan tugasnya, dan memperbaiki kondisi dimana praktik
pembelajaran berlangsung akan bermanfaat sebagai inovasi pendidikan.
k.
Magang
Magang ini
dilakukan bagi para guru pemula. Bentuk pelatihan pre-service atau in-service
bagi guru junior untuk secara gradual menjadi guru profesional melalui proses
magang di kelas tertentu dengan bimbingan guru bidang studi tertentu. Berbeda
dengan pendekatan pelatihan yang konvensional, fokus pelatihan magang ini
adalah kombinasi antara materi akademis dengan suatu pengalaman lapangan di
bawah supervisi guru yang senior dan berpengalaman (guru yang lebih
profesional).
l.
Mengikuti
berita aktual dari media pemberitaan
Pemilihan
yang hati-hati program radio dan televisi, dan sering membaca surat kabar juga
akan meningkatkan pengetahuan guru mengenai pengembangan mutakhir dari proses
pendidikan. Berbagai bentuk media tersebut seringkali memuat artikel-artikel
maupun program-program yang berkaitan dengan berbagai isu atau penemuan terkini
mengenai pendidikan yang disampaikan dan dibahaas secara mendalam oleh para
ahli pendidikan. Oleh karena itu, penggunaan media pemberitaan secara selektif
yang terkait dengan bidang yang ditekuni guru akan dapat membantu proses
peningkatan profesionalisme guru.
m.
Berpartisipasi
dan Aktif dalam Organisasi Profesi
Ikut serta
menjadi anggota organisasi/komunitas profesional juga akan meningkatkan
profesionalisme seorang guru. Organisasi/komunitas profesional biasanya akan
melayani anggotanya untuk selalu mengembangkan dan memelihara
profesionalismenya dengan membangun hubungan yang errat dengan masyarakat
(swasta, industri, dan sebagainya). Dalam hal ini yang terpenting adalah guru
harus pandai memilih suatu bentuk organisasi profesional yang dapat memberi
manfaat utuh bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga.
n.
Menggalang
Kerjasama dengan Teman Sejawat
Kerjasama
dengan teman seprofesi sangat menguntungkan bagi pengembangan profesionalisme
guru. Banyak hal dapat dipecahkan dan dilakukan berkat kerjasama, seperti:
penelitian tindakan kelas, berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah, dan
kegiatan-kegiatan profesional lainnya.
Pertemuan secara
formal maupun informal untuk mendiskusikan berbagai isu atau permasalahan
pendidikan termasuk kerjasama dalam berbagai kegiatan lain (misalnya
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program sekolah) dengan
kepala sekolah, orang tua peserta didik (komite sekolah), guru dan staf lain
yang profesional dapat membantu guru dalam memutakhirkan pengetahuannya.
Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan tersebut dapat menjaga keaktifan pikiran
dan membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk terus mendapatkannya. Semakin
guru terlibat dalam perolehan informasi, maka guru semakin merasa akuntabel,
dan semakin guru merasakan akuntabel maka ia semakin termotivasi untuk
mengembangkan dirinya. Disamping itu mengunjungi profesional lainnya di luar
sekolah merupakan metode yang sangat berharga untuk memeproleh informasi
terkini dalam rangka proses pengembangan profesional guru.
0 comments:
Posting Komentar